PROPOSAL
Implementasi
Model Pembelajaran Creative Problem Solving Dengan
Menggunakan Alat Peraga Untuk
Meningkatkan Prestasi Belajar
Matematika
Pokok Bahasan Bangun Ruang Pada
Siswa
Kelas VIII SMP 1 2X11 Enam Lingkung
Diajukan untuk memenuhi
tugas terstruktur pada mata kuliah
Metodologi
Penelitian, Pendidikan dan Pengajaran Matematika
0leh
Yuli Ely Hermanti
2410.002
DOSEN
PEMBIMBING :
Imamuddin,
M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2012 M / 1433 H
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Menghadapi era globalisasi yang diiringi
dengan perkembangan IPTEK yang sangat pesat, maka seseorang dituntut untuk
mampu memanfaatkan informasi dengan baik dan cepat. Untuk itu dibutuhkan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki kemampuan untuk mengolah informasi sehingga bisa digunakan
untuk mengembangkan IPTEK. Keadaan ini yang menuntut pemerintah untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, agar mampu menghasilkan
generasi-generasi penerus yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan yang
sesuai dengan perkembangan zaman.
Peningkatan mutu pendidikan
merupakan prioritas utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga
diperoleh manusia yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan
akan tetapi mempunyai kemampuan untuk berpikir rasional, kritis dan kreatif.
Sikap kritis dan cara ingin maju merupakan sifat ilmiah yang dimiliki oleh
manusia. Sifat ini menjadi motivator bagi seseorang untuk terus menambah
pengetahuan. Matematika merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan daya
nalar siswa dan pola pikir serta dapat meningkatkan kemampuan dalam
mengaplikasikan matematika untuk menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan
masalah. Jadi untuk dapat membentuk manusia yang berkualitas maka diperlukan
penguasaan matematika yang baik.
Matematika sebagai salah satu mata
pelajaran yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan formal memegang peranan
penting, karena matematika merupakan sarana berpikir ilmiah yang sangat
mendukung untuk mengkaji IPTEK. Dampak pentingnya pelajaran matematika
diajarkan pada peserta didik, tercermin pada ditempatkannya matematika sebagai
salah satu ilmu dasar untuk semua jenis dan jenjang pendidikan.
Mengingat
pentingnya peranan matematika maka prestasi belajar matematika setiap sekolah
perlu mendapatkan perhatian yang serius. Para siswa dituntut untuk menguasai
pelajaran matematika, karena disamping sebagai ilmu dasar juga sebagai sarana
berpikir ilmiah yang sangat berpengaruh untuk menunjang keberhasilan belajar
siswa dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
Pentingnya
peranan matematika dalam penguasaan IPTEK menuntut adanya pengembangan
pemahaman matematika pada setiap individu yang dapat diawali dari pembelajaran
di sekolah. Namun dalam kenyataannya di lapangan terdapat banyak siswa yang tidak menyukai matematika. Dalam benak mereka, matematika
itu merupakan pelajaran yang sukar dan sulit untuk dimengerti. Anggapan ini
muncul karena karakteristik matematika yang bersifat abstrak. Ilmu matematika
banyak melibatkan pengertian konsep-konsep dan teori-teori sehingga untuk
memahaminya diperlukan kemampuan berpikir yang lebih. Sebagai akibatnya,
motivasi belajar siswa menjadi sulit untuk ditumbuhkan. Hal ini menjadi masalah
untuk para pendidik, karena disatu pihak
matematika itu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan nalar anak dan dapat
melatih anak agar mampu berpikir logis, kritis, sistematis, dan kreatif.
Sedangkan dilain pihak banyak anak yang tidak menyenangi matematika.
Kualitas
pendidikan matematika di Indonesia saat ini, masih belum seperti yang
diharapkan, baik dalam penguasaan materi maupun sikap siswa terhadap matematika
itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa yang tidak lulus UAN
karena nilai matematika yang tidak mencapai standar yang telah ditetapkan.
Kualitas dan mutu pendidikan matematika sangat berkaitan erat dengan peran
aktif guru dalam proses belajar mengajar di Sekolah. Baik dalam memilih model
pembelajaran yang tepat maupun dalam memilih media pembelajaran yang sesuai
dengan materi yang diajarkan demi tercapainya tujuan pendidikan.
Media
pembelajaran adalah salah satu sarana penting yang dapat memperjelas penyajian
pesan dan informasi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran. Disamping
itu penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian
anak sehingga dapat menimbulkan minat belajar. Media pembelajaran juga dapat
meningkatkan interaksi langsung antara siswa dan lingkungannya.
Proses
belajar mengajar pada umumnya jarang menggunakan media pembelajaran. Proses
belajar mengajar yang demikian akan membuat siswa menjadi jenuh. Penyampaian
materi secara konvensional, misalnya ceramah, akan membuat siswa jenuh sebagai
akibatnya motivasi belajar dan prestasi belajar akan semakin menurun. Dalam hal
ini peran media pembelajaran sangat penting, seperti yang dikemukakan oleh Arif
S. Sadiman, bahwa media pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar yang
dapat menyalurkan pesan dapat membantu mengatasi hal tersebut[1].
Salah
satu media pembelajaran adalah alat peraga. Alat peraga dalam proses belajar
mengajar digunakan dengan tujuan untuk membantu guru agar proses belajar siswa
lebih efektif dan efisien[2].
Setiap proses belajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan,
bahan, metode dan alat evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang
tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau
teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Proses
berpikir siswa pada masa SMP memungkinkan dapat mengatasi masalah-masalah yang
beraneka ragam secara lebih efektif tapi masih belum dapat berfungsi secara
efisien dalam bidang abstrak[3].
Dalam hal ini peran alat peraga sangat penting, karena dengan adanya alat
peraga ini materi (bahan ajar) dapat dengan mudah dipahami siswa.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika di SMP 1 2X11 Enam
Lingkung,
ditemukan permasalahan pada pembelajaran matematika, diantaranya :
1. Proses pelaksanaan pembelajaran
matematika khususnya pokok bahasan bangun ruang sisi datar selama ini masih
menggunakan metode ceramah, sehingga siswa kurang mampu mengungkapkan ide atau
gagasan mereka baik dalam bentuk soal maupun cara penyelesaiannya dan
berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran.
2. Kurangnya pemanfaatan alat peraga
yang sudah ada,berdampak pada masih rendahnya siswa dalam berpikir kritis,
kreatif juga menjadi permasalahan tersendiri yang harus diselesaikan.
3. Prestasi belajar siswa rendah
terutama pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Hal ini dikarenakan proses
pembelajaran masih menggunakan metode konvensional dan kurang memanfaatkan alat
peraga.
Berbagai
permasalahan di atas memerlukan solusi dan penanganan yang tepat agar
pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. Salah satu langkah yang akan di
ambil adalah menggunakan model pembelajaran creative
problem solving dengan alat peraga sebagai media pembelajaran. Alasan menggunakan model ini karena
pembelajaran bebasis creative problem solving merupakan model pembelajaran yang
memusatkan pada pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti
dengan penguatan ketrampilan[4].
Pada model pembelajaran ini, siswa tidak hanya memecahkan permasalahan dalam
matematika tapi juga dituntut untuk terampil menggunakan alat peraga sebagai
media pembelajaran dalam memecahkan masalah tersebut. Dengan menggunakan model
pembelajaran ini diharapkan siswa dapat memperoleh manfaat maksimal baik dari
proses maupun hasil belajarnya.
Berdasarkan
beberapa alasan di atas, melalui model pembelajaran creative problem solving
dengan menggunakan alat peraga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar
matematika pokok bahasan bangun ruang pada siswa kelas VIII SMP 1 2X11 Enam
Lingkung.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Rendahnya nilai hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP 1 2X11 Enam Lingkung tahun pelajaran 2012/2013.
2. Penggunaan model pembelajaran
konvensional di SMP 1 2X11 Enam Lingkung membuat siswa pasif dalam proses
pembelajaran.
3. Masih banyak siswa yang tidak dapat
mengerjakan persoalan secara tepat dalam pembelajaran matematika.
C.
Batasan Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang dan identifikasi masalah maka perlu diberikan batasan
masalah agar penelitian ini menjadi terarah. Penelitian yang akan dilakukan ini
difokuskan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika di kelas VIII SMP 1 2X11 Enam
Lingkung melalui penggunaan
model pembelajaran creative problem solving dengan alat peraga pokok bahasan
bangun ruang.
D.
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan di atas maka masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran
matematika model creative problem solving dengan menggunakan alat peraga pada
siswa kelas VIII SMP 1 2X11 Enam Lingkung?
2. Apakah pembelajaran creative problem
solving dengan menggunakan alat peraga dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa pada pokok bahasan bangun ruang siswa kelas VIII SMP 1 2X11 Enam
Lingkung?
E.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan
pembelajaran creative problem solving dengan menggunakan alat peraga.
2. Untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran creative problem
solving.
F.
Manfaat penelitian
Penelitian
ini diharapkan berguna bagi:
1.
Pihak sekolah
a.
Sebagai informasi bahwa
penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran matematika kemungkinan akan
lebih efektif dari pada tanpa menggunakan alat peraga.
b.
Sebagai motivasi dalam
penyediaan alat peraga untuk meningkatkan mutu dan kualitas sekolah tersebut.
2.
Guru bidang studi
Meningkatkan
kreativitas guru dalam memilih dan menggunakan media pembelajaran yang tepat
sehingga proses pembelajaran matematika menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
3.
Penulis
a.
Salah
satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Strata-1
b.
Sebagai pengalaman, bekal,
dan pengetahuan dalam mengajar matematika di masa akan datang
c.
Memberikan sumbangan pemikiran tentang model pembelajaran matematika
yang lebih efektif, kreatif dan menyenangkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Landasan Teori
1.
Pembelajaran Matematika
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi lingkungannya.[5]
Belajar dapat membentuk, memodifikasi, serta dapat mengembangkan keterampilan,
kebiasaan, serta sikap seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman yang
menyatakan bahwa tujuan belajar itu ada tiga, yaitu untuk mendapatkan
pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap.[6]
Pembelajaran adalah proses interaksi antara
manusia dengan manusia ataupun antara manusia dengan lingkungan. Pembelajaran
juga merupakan salah satu upaya meningkatkan kondisi yang memungkinkan siswa
dapat belajar. Suatu pembelajaran merupakan gabungan dari berbagai unsur-unsur
yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari pembelajaran sendiri. Unsur-unsur
tersebut meliputi orang-orang yang terlibat dalam pembelajaran, fasilitas dan
prosedur dari pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika, salah
satu upaya yang dilakukan oleh guru adalah dengan menggunakan model
pembelajaran yang berbasis masalah (problem solving) karena dengan menggunakan
model pembelajaran ini dapat memberikan siswa kesempatan seluas-luasnya untuk
memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri dan juga dapat melatih
kemampuan analisis siswa yang diperlukan untuk menghadapi masalah yang
ditemuinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan penggunaan media dalam
pembelajaran matematika sangat menunjang karena dengan menggunakan media
pembelajaran siswa lebih mudah memahami konsep matematika yang abstrak.
Di dalam mempelajari
matematika, siswa memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda sehingga
diperlukan usaha guru untuk menyediakan dan menggunakan berbagai alat peraga
atau media pembelajaran yang menarik perhatian siswa, memberi kesempatan
belajar matematika di berbagai tempat dan keadaan, memberikan kesempatan
menggunakan matematika untuk berbagai keperluan, mengembangkan sikap menggunakan
matematika sebagai alat untuk memecahkan matematika baik di sekolah maupun di
rumah, menghargai sumbangan tradisi budaya dan seni di dalam pengembanngan
matematika, dan membantu siswa menilai sendiri kegiatan matematikanya.
2.
Creative problem solving dalam pembelajaran matematika
Model creative problem solving (CPS)
adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan
ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguasaan ketrampilan.
Ketika dihadapkan pada suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan ketrampilan
pemecahan masalah (problem solving) untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Suatu soal yang dianggap sebagai suatu “masalah” adalah soal yang memerlukan keaslian berpikir tanpa adanya contoh penyelesaian sebelumnya.
Masalah berbeda dengan soal latihan, pada soal latihan siswa telah mengetahui
cara menyelesaikannya, karena telah jelas hubungan antara yng diketahui dengan
yang ditanyakan dan biasanya telah ada contoh soal. Pada masalah ini, siswa
tidak tahu cara meyelesaikannya, tapi siswa
tertarik dan tertantang untuk menyelesaikannya. Siswa menggunakan
segenap pemikiran, memilih strategi pemecahannya, dan memproses hingga
menemukan penyelesaian dari suatu masalah.
Adapun
proses dari model creative problem solving (CPS) terdiri dari langkah-langkah :
a.
Klarifikasi masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang
masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti
apa yang diharapkan.
b.
Pengungkapan pendapat
Pada tahap ini siswa diberi
kebebasan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi
penyelesaian masalah.
c.
Evaluasi dan pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan,
setiap kelompok mendiskusikan pendapat atau strategi mana yang cocokuntuk menyelesaikan
masalah.
d.
Implementasi
Pada tahap ini siswa menetukan
strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian
menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.
Dengan membiasakan siswa
menggunakan langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, diharapkan
dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam mempelajari matematika.
Dari
uraian tersebut tergambar bagaimana alur berpikir model pembelajaran creative
problem solving, sehingga dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran creative
problem solving berawal dari pemikiran :
a.
Pembelajaran berdasarkan masalah
Pembelajaran
berbasis masalah (Problem based learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran
berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tongkat tinggi dalam
situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.
Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan
masalah, mengajukan masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan
lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka.
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa
mengembangkan kemapuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan
intelektual; belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan
mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar yang
mandiri.
b.
Aktivitas
Pembelajaran
aktif merupakan keadaan dimana siswa mengkontruksi sendiri pengetahuan yang
dipelajari, tidak hanya duduk diam mendengarkan penjelasan guru. Siswa lebih
berpartisipasi aktif sedemikian sehingga siswa kegiatan siswa dalam belajar
jauh lebih dominan dari pada kegiatan guru dalam mengajar.
Belajar
memerlukan aktivitas, tanpa aktivitas belajar tidak mungkin dapat berlangsung
dengan baik. Siswa apabila diberi tugas dan ada kesempatan untuk mengerjakan
sesuatu sendiri, maka mereka akan senang hati dan penuh kesungguhan akan
melaksanakan tugas pada kesempatan itu. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
siswa hendaknya diberi kesempatan untuk mengerjakan sendiri, mencoba sendiri
dan memikirkan sendir, dengan demikian akan timbul dengan sendirinya perhatian
yang besar, timbul kesenangan dan
kepuasan, akibatnya pembelajaran akan menjadi miiliknya dan fungsional.
Bentuk-bentuk keaktifan tersebut, diwujudkan dalam bentuk kegiatan, seperti :
mendengarkan, menulis, membaca, berdikusi, bertanya, memperhatikan,
menyelesaikan atau mengerjakan tugas dan lain sebagainya.
c.
Kreativitas
Kreativitas
adalah kegiatan kemampuan atau pola berpikir seseorang untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna, dapat dimengerti, dan baru (setidaknya bagi individu yang
bersangkutan), serta menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu
masalah, dimana penekanannya pada kuantitas dan ketepatgunaan yang dibuat berdasarkan
kombinasi dan informasi, atau unsur-unsur yang sudah ada. Kreatifitas atau
berpikir kreatif secara operasional dirumuskan sebagai suatu proses yang
tercermin dari kelancaran, fleksibilitas ddan orisinalitas dalam berpikir[7].
Model
pembelajaran creative problem solving dengan alat peraga merupakan suatu bentuk
pembelajaran yang memiliki tiga unsur pokok :
a.
Mendorong siswa berpikir kritis dan terampil menyelesaikan
masalah
b.
Mendorong siswa untuk lebih aktif dengan model pembelajaran
ini
c.
Mendorong siswa untuk kreatif menggunakan alat peraga
sebagai media pembelajaran
3.
Prestasi belajar
Prestasi
adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai seseorang. Prestasi belajar adalah
bukti usaha siswa yang dicapai dalam melaksanakan proses pembelajaran. Jadi
prestasi belajar siswa adalah bukti keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran
yang diwujudkan dengan angka yang disebut nilai.
Gagne
menyatakan bahwa prestasi belajar dapat berupa ketrampilan intelektual yang
memungkinkan kita berinteraksi dengan lingkungan[8].
Hasil belajar yang lain meliputui informasi verbal, sikap-sikap dan ketrampilan
motorik. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswin Zain, suatu pembelajaran
dianggap berhasil bila:
a.
Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai
prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
b.
Prilaku yang digariskan dalm tujuan pengajaran telah dicapai
siswa , baik secara induvidual maupun kelompok.
Prestasi belajar siswa
dalam kegiatan belajar mengajar sangat dipengaruhi oleh berbagai hal atau
keadaan. Muhibbin syah menjelaskan bahwasnya keberhasilan siswa dalam belajar
dipengaruhi oleh tiga faktor :
a. Faktor internal, yakni keadaan
jasmani(fisiologis), rohani (psikologis siswa). Diantaranya faktor psikologis
siswa yang paling isensial meliputi : tingkat kecerdasan, sikap siswa, bakat,
minat dan motivasi siswa.
b. Faktor eksternal, yakni kondisi
lingkungan siswa. Kondisi lingkungan siswa terdiri atas : faktor lingkungan
sosial, seperti guru, teman, orang tua dan lingkungan non sosial meliputi sarana prasarana belajar,
tempat tinggal siswa.
c. Faktor pendekatan belajar (approach
to learning) yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi
pembelajaran.
4.
Alat peraga
Alat
peraga dalam proses belajar mengajar memegang peranan penting sebagai alat
bantu untuk menciptakan proses belajar yang efektif. Dalam interaksi belajar
ada beberapa komponen yang harus dipenuhi yaitu :
a.
Tujuan interaksi belajar mengajar yang diterapkan
b.
Bahan yang disampaikan pada anak didik
c.
Pendidik dan terdidik
d.
Alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan bahan
e.
Metode yang digunakan untuk menyampaikan bahan
f.
Situasi lingkungan untuk menyampaikan bahan agar tercapai[9].
Menurut
mokijat, alat peraga adalah :
“Semua benda
yang digunakan dalam proses belajar mengajar atau pelaksanaan bimbingan dan
penyuluhan dalam rangka mempermudah dan memperjelas dalam penyampaian materi
pelajaran atau pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan”.
Untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan penelitian, di bawah ini alat peraga yang digunakan dalam penelitian
:
a.
Kubus
Kubus yang digunakan terbuat dari
kayu atau
b.
Balok
Balok yang digunakan terbuat dari kayu
c.
Limas
Limas yang digunakan terbuat dari
plastik
d.
Prisma
Prisma yang digunakan terbuat dari
plastik
5.
Bangun Ruang
Dalam
penelitian ini, pokok bahasan yang digunakan adalah Bangun Ruang Sisi Datar
(BRSD) yang merupakan salah satu poko bahasan yang dipelajari siswa kelas VIII
SMP sederajat. Bangun ruang sisi datar dalam hal ini terdapat empat macam yaitu
:
a.
Kubus
b.
Balok
c.
Limas
d.
Prisma
Dalam pokok bahasan bangun ruang
sisi datar akan dijelaskan mengenai luas, volume serta unsur-unsur dari keempat
bangun ruang di atas.
a.
Kubus
Kubus adalah bangun ruang yang
dibatasi oleh enam daerah persegi yang kongruen.
Jika panjang kubus adalah s, maka :
1.
Luas kubus =
2.
Volume kubus =
b.
Balok
Balok adalah bangun ruang yang
dibatasi oleh enam persegi panjang. Jika panjang balok = p, lebar balok = l,
dan tinggi balok = t, maka :
1.
Luas balok =
2.
Volume balok =
c.
Limas
Limas adalah bangun ruang yang di
batasi oleh sebuah segi n (sebagai bidang alas) dan bidang-bidang yang
berbentuk segitiga dan puncaknya berimpit. Jika tinggi limas = t, maka:
1.
Luas limas =
2.
Volume limas = =
d.
Prisma
Prisma adalah bangun ruang yang
dibatasi oleh duah buah bidang yang sejajar (yaitu bidang alas dan bidang
atas).
1.
Luas prisma=
2.
Volume prisma =
B.
Kerangka berpikir
Berdasarkan
tujuan penelitian serta kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka
dikemukakan kerangka pemikiran berikut:
Model pembelajaran creative problem
solving merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada
pengajaran dan ketrampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan
ketrampilan. Ketika dihadapkan pada suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan
ketrampilan dalam memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan
tanggapannya. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses
pembelajaran adalah sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai. Namun
karena keterbatasan yang dimiliki sekolah, maka guru kadang menggunakan media
tanpa melakukan suatu inovasi yang membutuhkan kreatifitas. Pemilihan dan
penggunaan media yang tepat akan dapat mengoptimalkan kreatifitas, aktifitas
dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Kreatifitas, aktifitas dan
pemahaman siswa yang optimal, diharapkan akan meningkatkan pula pencapaian
hasil belajar. Alat peraga merupakan salah satu media pembelajaran media yang
tepat bila digunakan pada bab bangun ruang sisi datar. Oleh karena itu model pembelajaran
creative problem solving dengan menggunakan alat peraga diharapkan akan
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dan diperkirakan akan sesuai
untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika di SMP 1 2X11 Enam
Lingkung kelas VIII semester
IV pada pokok bahasan bangun ruang.
C.
Hipotesis tindakan
Berdasarkan
pada kerangka berpikir maka dapat diambil hipotesis tindakan : apabila guru
menggunakan model pembelajaran creative problem solving dalam kegiatan
pembelajaran matematika maka :
1.
Pelaksanaan pembelajaran matematika menjadi lebih baik.
Adapun pembelajaran akan dikatakan
baik jika langkah-langkah dalam model creative problem solving dapat
diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga menimbulkan siswa
berpikir kreatif. Langkah-langkah pembelajaran dengan model ceative problem
solving sebagai berikut:
a.
Mengorientasikan siswa pada masalah
b.
Mengorganisir siswa untuk belajar
c.
Membantu siswa memecahkan masalah
d.
Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah
e.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
2.
Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini
ditunjukkan dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan atau soal
matematika.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian
mengenai “implementasi Model pembelajaran creative problem solving dengan
menggunakan alat peraga untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pokok
bahasan bangun ruang pada siswa kelas VIII SMP 1 2X11 Enam
Lingkung”
merupakan jenis peneltian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas (PTK) yang
didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari
tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana
praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
Penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian kualitatif dengan latar yang wajar dan
alami yang diteliti, memberikan peranan penting kepada penelitinya yakni
sebagai satu-satunya instrumen karena manusialah yang dapat menghadapi situasi
yang berubah-ubah dan tidak menentu, seperti halnya banyak terjadi di kelas[10].
Penelitian tindakan kelas mempunyai dampak langsung dalam bentuk perbaikan dan
peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola proses belajar mengajar di
kelas atau implementasi berbagai program di sekolah dengan mengkaji berbagai
indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa
atau keberhasilan proses dan hasil implementasi berbagai program sekolah.
Pendekatan
yang digunakan dalampenelitian ini adalah pendekatan penelitian kilitatif, yang
mana pengambilan data diambil secaraa alami berupa kata-kata atu gambar.
Sedangkan penyusunan desain dilakukan terus menerus sampai didapatkan
kesimpulan hasil yang setara sesuai dengan kenyataan.
B.
Populasi dan sampel Penelitian
Populasinya
adalah siswa SMP 1 2X11 Enam Lingkung kelas VIII. Dan sampelnya yaitu kelas VIII3 dengan jumlah
siswa 36 orang.
Penulis mengambil kelas ini karena kelas ini merupakan kelas pertengahan dimana
pada sekolah tersebut, kelas VIII terdiri dari lima kelas yang penempatan
siswanya diurut berdasarkan nilai siswa. Jadi lokal VIII1
merupakan lokal dengan siswa yang memiliki nilai tertinggi.
C.
Desain penelitian
Penelitian
tindakan kelas dilaksanakan berupa proses pengkajian berdaur yang terdiri dari
4 tahap, yaitu : planning, acting, observing, dan reflecting. Model (desain)
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model spiral dari kemmis dan
Taggart yang mana terdapat tiga komponen, yaitu: perencanaan (planning),
tindakan (acting) dengan observasi (observing), dan refleksi. Menurut Kemmis
dan Taggart, komponen tindakan (acting) dan observasi (observing) dijadikan
satu karena pada dasarnya kedua komponen tersebut merupakan dua komponen yang
tidak dapat dipisahkan karena kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu.
Penelitian
tindakan kelas ini dilakukan dalam beberapa siklus. Penelitian dapay dihentikan
apabila diperoleh suatu data jenuh yakni data yang statis, pembelajaran tidak
mengalami perubahan yang signifikan, atau apabila terjadi hal-hal yang
menyebabkan penelitian harus dihetikan, misalnya kebijakan dari sekolah.
Tujuan
penelitian ini dapat dikatakan tercapai apabila dalam proses pembelajaran
creative problem solving dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP 1 2X11 Enam
Lingkung kelas VIII3
yang terwujud jika nilai siswa berada di atas KKM yang ditetapkan sekolah
tersebut.
D.
Instrumen penelitian
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian adalah :
1.
Lembar kerja siswa (LKS)
Merupakan lembaran soal yang dibuat
setelah didiskusikan dengan guru sebagai semua refleksi terhadap kepahaman
siswa dan ketrampilan siswa.
2.
Lembar Observasi
Lembar observasi ini bertujuan untuk
melihat ketercapaian rencana tindakan. Adapun lembar observasi ini akan
ditujukan kepada guru untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran matematika
dengan model creative problem solving dibantu alat peraga yang tertuang juga
dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.
3.
Angket
Angket atau kuisioner merupakan suatu teknik atau cara
pengumpulan data secara tidak langsung. Angket terdiri dari dua macam, yaitu angket
berstruktur (tertutup), yaitu angket
yang berisi pertanyaan-pertanyaan disertain pilihan jawaban untuk pernyataan
tersebut. Sedangkan angket tak berstruktur (terbuka) tidak memuat jawaban yang
diberikan. Angket yang baik tergantung butir-butir pernyataan yang diajukan.
Angket ini digunakan untuk mengetahui
peningkatan proses pelaksanaan pembelajaran yang berupa pernyataan siswa
terhadap aktifitas belajar matematika dengan model creative problem solving
yang berbentuk alat peraga.
4.
Catatan lapangan
Merupakan
catatan secara rinci mengenai keadaan yang terjadi selama berlangsungnya
penelitian. Tujuannya adalah mengumpulkan data dan nantinya sebagai refleksi
terhadap keabsahan data dalam penelitian kualitatif atau data-data yang
diperoleh dari data lain.
5.
Wawancara tak
terstruktur
Wawancara
akan dilakukan di luar jam pelajaran terhadap siswa dan guru tentang hal yang
berkaitan dengan model cretive problem solving.
6.
Soal evaluasi
Berupa
soal ulangan sebagai alat untuk mengukur kompetensi siswa terhadap pelajaran
matematika. Evaluasi diberika untuk memperoleh data hasil belajar siswa.
7.
Dokumentasi
Dokumentasi
berupa foto yang digunskan untuk menggambarkan kondisi pembelajaran nantinya
secara visual.
E.
Prosedur penelitian
Secara umum prosedur penelitian dapat dibagi atas
tiga bagian yaitu : tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.
1.
Tahap Persiapan
a. Menetapkan tempat penelitian, yaitu SMPN 1 2X11 Enam
Lingkung
b. Mengurus surat izin
penelitian
c. Menentukan kelas sampel
d. Menyusun instrumen
yang akan digunakan untuk penelitian
e. Memvalidasi
instrumen penelitian
f. Menguji cobakan
instrumen
2. Tahap Pelaksanaan
3. Tahap akhir
F.
Validasi data
Validasi
data merupakan salah stu langkah untuk mendapatkan derajat kepercayaan dalam sebuah
penelitian. Data-data yang telah didapatkan divalidasi dengan melakukan
perpanjangan waktu di lapangan, member
check, triangulasi dan expert opinion[11].
Melakukan perpanjangan waktu di lapangan artinya penelitian dilakukan beberapa
kali sampai didapatkan data yang stabil. Member check yaitu memeriksa kembali
keterangan atau informasi yang diperoleh selama observasi atau wawancara dengan
nara sumber, apakah keterangan, informasi dan penjelasan itu tetap sifatnya
atau tidak berubah sehingga dapatdipstikan keajegannya dan data itu terperiksa
kebenarannya. Triangulasi dilakukan dengan membandingkan data, menyilangkan
data dari 3 sudut yakni : guru, siswa dan penulis, baik berupa data hasil
observasi, daya hasil pengisian angket, dan diperkuat dengan data dari catatan
lapangan, wawancara tak terstruktur, maupun dokumentasi.expert opinion yaitu
meminta nasehat kepada pakar, dalam hal ini adalah pembimbing nantinya.
G.
Teknik analisis data
Analisis
data yang digunakan adalah analisis data secara deskriptif kualitatif. Data
yang akan di peroleh dalam penelitian ini berupa data hasil observasi tentang
proses pembelajaran, hasil pengisian angket dan catatan lapangan. Data-data
yang telah diperoleh akan dianalisis dalam beberapa tahap yaitu :[12]
1.
Pengumpulan data
Tahap ini akan dilakukan mulai dari
awal penelitian, dengan mengumpulkan semua informasi dan keterangan yang akan
didapatkan di lapangan.
2.
Reduksi data
Kegiatan yang akan dilakukan pada
tahap ini adalah merangkum data, memilah data kemudian memilih data yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, serta menghapus data yang
tidak berpola.
3.
Display data
Data nanti akan disajikan dalam
bentuk tabel agar mudah dibaca dan dipahami. Untuk data dalam bentuk angket
dihitung persentase dengan rumus
Indikator keberhasilan penelitian
merupakan sesuatu yang digunakan sebagai ukuran berhasil atau tidaknya suatu
penelitian.hasil persentase tersebut kemudian dikualifikasikan berdasarkan
interval persentase keberhasilan :
Tabel persentase keberhasilan
No
|
Jumlah persen (%)
|
Skor
|
1
|
|
Kurang
|
2
|
|
Sedang
|
3
|
|
Baik
|
Adapun data bentuk tes atau soal
evaluasi dianalisis/dihitung persentase yang akan digunakan untuk mengetahui prestasi belajar
dengan menggunakan rumus :
4.
Kesimpulan
Setelah dianalisis, data yang
diperoleh diambil kesimpulannya apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau
belum, apabila belum maka penelitian akan dilanjutkan. Namun apabila tujuan
pembelajaran sudah tercapai maka penelitian dapat dihentikan.
H.
Indikator keberhasilan
Komponen-komponen yang menjadi
indikator keberhasilan dalam hal ini adalah
a.
Pelaksanaan pembelajaran cretive problem solving dengan
menggunakan alat peraga dikatakan berhasil jika langkah-langkah dalam proses
belajar mengajar dengan model ini dapat diterapkan oleh guru dan siswa untuk
menyelesaikan masalah.
b.
Siswa dianggap meningkat prestasi belajarnya setelah
pembelajaran apabila prestasi telah mencapai rata-rata ketuntasan belajar 65%
dan pada siklus berikutnya terus meningkat.
[1] Arif S. Sadiman ,Media
Pendidikan,(jakarta:Raja Grafindo Persada,1996)
[2] Nana Sudjana,Dasar-Dasar Proses Belajar
Mengajar,(Bandung: Sinar Baru Algesindo,1987).hal 99
[3] Subagya, handout Dasar-Dasar Perkembangan
Peserta Didik, (yogyakarta:Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kali Jaga,2006) .hal 13
[4] Muslich, KTSP:Pembelajaran Berbasis
Kompetensi dan Kontekstual,(jakarta:Bumi Aksara,2007).hal221
[7] S.C. Utami Munandar,Kreatifitas dan
Keberbakatan,(jakarta:Gramedia Pustaka Utama,2002).hal.95
[8] Ratna Wilis D.Teori-teori
belajar,(jakarta:P2LPTK,1989).hal177-178
[9] Soetomo, Dasar-Dasar Interaksi Belajar
Mengajar,(Surabaya: Usaha Nasional)hal.4
[10] Rochiati Wiriaatmadja, Metode Penelitian
Tindakan Kelas,(Bandung: Remaja Rosdakarya,2006).hal 96
[11] Rochiati Wiriatmadja, Metode Penelitian
[12] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta,2007)hal.337
Tidak ada komentar:
Posting Komentar